Menurutnya, peralatan tersebut tidak ada di lokasi proyek karena belum dibutuhkan saat ini.
Begitu juga keberadaan concrete mixer yang hanya 1 unit, dia menjelaskan karena 2 unit lagi
belum dibutuhkan. “ Alat-alat tersebut saat ini belum dibutuhkan Kontraktor. Apabila alat
tersebut sudah di lokasi, tetapi tidak dipergunakan, tentu Kontraktor akan rugi karena biaya
sewa dihitung per jam ”, ujar Ketut.
Keterangan yang diberikan Ketut tersebut juga diamini Nyoman selaku pimpinan Ketut. Pada
kesempatan tersebut Nyoman dan Ketut juga curhat kepada Media JP, mereka mengeluh pusing
mengemban tugas sebagai PPK dan KPA kegiatan proyek yang dilaksanakan di lingkungan
Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Provinsi Jawa Timur,
terutama di proyek lanjutan pembangunan gedung BKD. “ Saya ini sebenarnya pusing menjadi
PPK, karena banyaknya pertanyaan yang masuk ke Hp saya via WhatsApp terkait pekerjaan
lanjutan pembangunan gedung BKD dari teman-teman wartawan dan LSM, kalau semua dijawab
(ditanggapi, red.) malah habis waktu saya hanya untuk itu saja “, ujar Ketut dengan.
Pada pertemuan tersebut, Media JP juga ditawari oleh Nyoman Gunadi untuk bekerjasama
dengan menulis berita kegiatan proyek, tapi Media JP menolak dengan alasan takut terikat.
Terkait keterangan yang telah disampaikan Nyoman Gunadi dan Ketut Ismayana atas kritikan
Media JP di edisi sebelumnya, ternyata masih ada pertanyaan di benak publik penggiat anti
rasuah, yakni Bang Ian.
“ Di dalam poin-poin yang wajib dan menjadi tanggung jawab Kontraktor yang tertuang di
Spesifikasi Teknis dan Rencana Kerja Syarat-Syarat dengan jelas disebutkan bahwa untuk
penyediaan gudang alat dan bahan serta los kerja/bedeng kerja adalah sewa. Tetapi kenyataan di
lapangan keberadaannya ada di lokasi proyek, berarti siapa yang mengambil keuntungan dalam
hal ini “, ujar Ian bernada keheranan.
Kepada media JP, Ian selaku Ketua BPW Jawa Timur LSM Aliansi Perduli Indonesia Jaya
(APIJ) mengutarakan akan mengumpulkan bukti-bukti di lapangan, sebagai dokumen pendukung
untuk melayangkan surat ke Aparat Penegak Hukum.
“ Dengan penawaran senilai 75% dari HPS, patut diduga kuat hasil pekerjaan PT. Cimendang
Sakti Kontrakindo tidak akan sesuai spesifikasi kontrak. Hal tersebut akan menyebabkan